Bisniscorner.com – Peredaran narkoba di tanah air merupakan bagian dari kejahatan terorganisir lintas negara atau transnational organized crime serta ekspresi dari peperangan tidak simetris atau asymmetric warfare yang dilancarkan pihak lawan untuk menghancurkan Indonesia.
Melihat maraknya penyelundupan
narkoba ke tanah air sudah sepatutnya pemerintah mengambil langkah yang tidak
biasa-biasa saja.
Demikian disampaikan Pemerhati
Hubungan Internasional Teguh Santosa yang secara khusus mengomentari peredaran
narkoba di Indonesia dalam beberapa waktu belakangan ini.
Polri hari Senin kemarin
(14/6) menggagalkan peredaran 1,1 ton
narkoba setelah sebulan sebelumnya mengagalkan peredaran 2,5 ton narkoba.
Menurut Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo, dalam tiga bulan terakhir
pihaknya telah menggagalkan peredaran setidaknya 5 ton narkoba.
“Pada esensinya apa yang
sedang kita hadapi ini adalah perang asimetris yang dilancarkan pihak lawan,
entah siapapun mereka, untuk menghabisi generasi muda kita yang berarti
mengikis masa depan Indonesia. Ini seperti opium war yang dilancarkan pihak
Eropa untuk menaklukkan China di masa lalu. Sekarang kita yang mengalaminya.
Ini adalah perang. Begitulan seharusnya kita melihat persoalan ini,” ujar Teguh
Santosa dalam keterangan hari Selasa (15/6).
Menurut Teguh, sudah
sepatutnya publik mengapresiasi kinerja
Polri dan Badan Nasional Narkotika (BNN) dalam memerangi peredaran narkoba di
tanah air. Namun informasi yang disampaikan Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo
mengenai besaran kasus narkoba yang berhasil digagalkan dalam tiga bulan
terakhir sesungguhnya adalah sebagai sinyal ketidakmampuan negara menghadapi
peperangan asimetris ini.
“Yang lima ton dalam tiga
bulan itu kan yang berhasil digagalkan. Coba bayangkan, berapa yang tidak
berhasil kita gagalkan?” ujar mantan Ketua Bidang Luar Negeri Pemuda
Muhammadiyah ini.
Karena itu, menurut Teguh,
juga sudah sewajarnya pemerintah Indonesia membangun rantai komando yang lebih
solid dan terukur.
“BNN dan Polri menangani
persoalan narkoba setelah memasuki wilayah hukum Indonesia. Sementara fungsi
intelijen yang bekerja untuk mencegah tsunami narkoba menghantam negara kita
masih kurang terdengar,” kata Teguh lagi.
Badan Intelijen Negara (BIN),
Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT), Badan Keamanan Laut (Bakamla),
juga Badan Intelijen Strategis (BAIS) Mabes TNI menurut Teguh juga perlu diberi
porsi yang signifikan dalam memerangi peredaran narkoba.
“Khususnya Bakamla yang
menjaga wilayah perairan kita. Hampir semua serangan yang kita alami, termasuk
serangan dalam bentuk narkoba, terjadi di laut
dan atau melalui laut. Tidak bisa tidak, Bakamla harus memiliki
kapasitas yang memadai untuk memukul mereka sebelum menyentuh daratan kita,”
masih katanya.
Dia berharap rantai komando
yang solid untuk perang asimetris melawan narkoba ini dibangun dengan
menyisihkan ego sektoral masing-masing lembaga.
“Banyak kisah sukses dan model
yang dilakukan berbagai negara dalam membangun rantai komando khusus untuk
memerangi narkoba. Kita bisa pelajari itu,” demikian Teguh Santosa. (Rls)