Bisniscorner.com – Pemerintah melalui Badan Pangan Nasional/National Food Agency (NFA) terus menggencarkan berbagai program terkait pengurangan Susut dan Sisa Pangan (SSP) atau Food Loss and Waste (FLW) untuk mengubah perilaku masyarakat agar mengurangi pemborosan pangan.
Kepala NFA Arief Prasetyo Adi mengatakan, peran generasi muda sebagai penggerak perubahan diperlukan untuk mengubah pola konsumsi yang boros pangan menjadi tidak boros pangan, “Karena itu, kita selalu sampaikan bahwa, sinergi pentahelix yang mana salah satu unsurnya adalah civitas akademika, dan tentu di didalamnya juga termasuk mahasiswa perlu untuk bersama-sama mengambil peran dalam isu susut dan sisa pangan atau food loss and waste. Sinergi dengan perguruan tinggi itu harus digencarkan untuk mengedukasi masyarakat pentingnya stop boros pangan,” ujar Arief dalam keterangannya pada Senin (4/11/2024) di Jakarta.
Dalam Festival Literasi Budaya Pangan Berkelanjutan di Kampus UGM Yogyakarta, Sabtu (2/11/2024), Direktur Kewaspadaan Pangan dan Gizi NFA, Nita Yulianis menguatkan pernyataan Kepala NFA terkait pentingnya sinergi dan kolaborasi dengan semua pihak, salah satunya dengan mendorong peran mahasiswa sebagai generasi muda dan agen perubahan.
“Adik-adik mahasiswa sebagai agen perubahan memiliki peran kunci mencegah food waste, meliputi perilaku bijak dalam berbelanja dan mengkonsumsi makanan, menjadi role model bagi lingkungannya dan menjadikan isu ini sebagai bahan kajian, praktek lapang dan pengabdian masyarakat,” tutur Nita.
Gerakan Selamatkan Pangan (GSP) melalui pemanfaatan mobil logistik pangan yang dilakukan dalam bentuk penyaluran donasi pangan, telah dilakukan oleh NFA sejak 2022 lalu. Piloting GSP sudah diterapkan dalam lingkup Jabodetabek dan merupakan hasil kerja sama NFA bersama berbagai organisasi pegiat penyelamatan pangan.
Indonesia telah menetapkan target ambisius dalam pengurangan SSP sebesar 75% pada tahun 2045, sebagaimana tertuang dalam Peta Jalan Pengelolaan Susut dan Sisa Pangan. “Inisiatif ini sejalan dengan komitmen Indonesia pada Sustainable Development Goals (SDGs) khususnya poin 12.3, yakni pengurangan 50% food waste di tingkat retail dan konsumen pada 2030, serta mendukung pencapaian Zero Hunger pada SDGs poin 2” papar Nita.
Direktur Nita menegaskan perlunya regulasi yang menjadi dasar tata kelola SSP yang berlaku di Indonesia. “Setelah ada peta jalan yang telah diluncurkan oleh Bappenas beberapa waktu lalu, harus ada regulasi yang mendasari. Badan Pangan Nasional mempersiapkan draft rancangan peraturan presiden. Muatannya adalah bagaimana menyiapkan tata kelola yang baik terkait SSP. Ini akan menjadi pedoman bagi pemerintah pusat dan daerah serta masyarakat. Kami sangat optimis ini akan efektif diterapkan nantinya,” kata Nita.
Regulasi yang dapat menyentuh sampai masyarakat dinilainya cukup urgen karena sektor rumah tangga berkontribusi besar dalam SSP. Menurut laporan ‘Food Waste Index 2024’ yang disusun ‘United Nations Environment Programme’ menyebutkan di tahun 2022, food waste secara global diperkirakan terjadi sampai 1,05 miliar ton makanan. Ini tersebar di sektor ritel, jasa makanan, sampai rumah tangga. Jumlah itu setara dengan rerata 132 kilogram per kapita per tahun, yang sebagian besarnya atau 59,85 persen bersumber dari sektor rumah tangga dengan rerata 79 kilogram per kapita per tahun
Nita juga mengapresiasi upaya yang telah dilakukan oleh Pemerintah Daerah Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta dalam penanganan SSP. “Alhamdulillah, Yogyakarta adalah salah satu provinsi yang berkomitmen dalam pelaksanaan penyelamatan pangan dan merupakan provinsi pertama yang memiliki instruksi gubernur dalam upaya pencegahan SSP” ujarnya.
Lebih lanjut dijelaskan bahwa NFA berkomitmen untuk melakukan upaya pencegahan dan pengurangan SSP yang ditandai dengan hadirnya Kepala NFA, Arief Prasetyo Adi pada United Nation Food System Summit (UNFSS)+2 di Roma, Italia pada tahun 2023.
Pada peringatan International Day of Awareness of Food Loss and Waste (IDAFLW) 2024 pada (29/09/2024) di Solo, Kepala NFA Arief Prasetyo Adi dalam sambutannya menyebutkan bahwa dengan perilaku penyelamatan pangan dan stop boros pangan akan berimplikasi pada stabilitas ekonomi dan kesejahteraan masyarakat. “Kami ingin terus mengajak seluruh pihak dan elemen masyarakat untuk turut berperan aktif dalam upaya gerakan penyelamatan pangan. Tentunya ini akan dapat memperkuat stabilitas ekonomi dan kesejahteraan masyarakat demi mewujudkan Indonesia emas 2045,” kata Arief.
Sementara itu Dekan FK-KMK UGM Yodi Mahendradhata dalam sambutannya saat membuka Festival Literasi Budaya Pangan Berkelanjutan menyebutkan bahwa salah satu tantangan besar yang dihadapi setiap tahun adalah jumlah limbah makanan yang terus meningkat khususnya di Yogyakarta dan ini akan menjadi masalah yang tidak hanya berdampak pada lingkungan tapi juga pada ketersediaan pangan yang berkelanjutan.
“Festival Literasi Budaya Pangan Berkelanjutan dengan tema “Food for Health, Food for Planet” ini jadi sangat relevan karena mengangkat setidaknya tiga elemen penting yaitu keberlanjutan, kesehatan dan kesadaran. Saya juga berharap semoga melalui festival ini bisa menginspirasi untuk berkontribusi dalam menjaga keberlanjutan lingkungan dan kesehatan, baik untuk diri sendiri maupun untuk generasi mendatang” tutur Yodi Mahendradhata. (Rls)